Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Di Provinsi Nanggore Aceh Darussalam
Badan Pusat Statistik merilis data pertumbuhan ekonomi Aceh triwulan III 2019 Tumbuh sebesar 3.76 Persen terhadap Triwulan III 2018. Sedangkan angka pertumbuhan ini masih berada di bawah Pertumbuhan Ekonomi Nasional yang berkisar 5,02 persen. Pertumbuhan ekonomi dunia mengalami perlambatan tahun 2019, baik itu di negara maju maupun negara berkembang. Sejalan dengan hal tersebut, ekonomi Indonesia pun terkena dampak perlambatan, termasuk Aceh, di mana angka pertumbuhan ekonomi jauh di bawah angka nasional, dan menduduki peringkat ketiga terendah di Sumatera.
Apa yang terjadi di Aceh sangatlah bertolak belakang, dimana dengan dana yang begitu besar transfer dari pusat tidak mampu menyelesaikan persoalan ekonomi seperti Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Kemandirian Keuangan Daerah. Provinsi Aceh saat ini merupakan satu satunya Provinsi di Sumatra yang mendapat Dana Otonomi Khusus dari Pemerintah pusat. Sejak 2008 hingga 2019 Aceh kurang lebih sudah mendapatkan Dana Otonomi Khusus (OTSUS) mencapai angka 64,363 Triliun akan berakhir di 2027 dengan rata rata peningkatan 11 persen Pertahun. Meski mendapatkan dana yang besar dari pemerintah pusat tidak serta merta menjadikan Aceh sebagai daerah yang maju. Saat ini total penduduk miskin di Provinsi Aceh mencapai 810 ribu atau 15,01 persen. Kendati demikian, penurunan angka kemiskinan di Aceh termasuk tinggi di Indonesia yaitu menduduki urutan ke-7 Nasional.
Kondisi perekonomian di Provinsi Aceh pada tahun 2020 ini diprediksi meningkat kisaran 4,83 – 5,23 persen. Angka ini merupakan hasil dari perhitungan yang dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Aceh, dengan memperhatikan perkembangan data terkini dan outlook ekonomi hingga akhir 2019. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan tersebut utamanya didorong oleh akselerasi lapangan usaha pertanian, konstruksi, dan pertambangan. Hal lain yang bisa mendorong peningkatan angka pertumbuhan ekonomi Aceh adalah dunia usaha. Dunia usaha berbasis digital diyakini bisa mempertahankan kondisi ekonomi
dikalangan masyarakat.
Baca Juga : Perencanaan Pembangunan
Dari sumber daya alamnya, Aceh memiliki lahan yang sangat luas dan produktif untuk dikembangkan sebagai modal utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia, dari luas 781.663 hektar lahan pertanian yang tersedia untuk dikembangkan, sekitar 431.293 (55,2%) di antaranya diarahkan untuk komoditas tanaman tahunan, 282.109 hektar (36,1%) untuk komoditas tanaman semusim, dan sisanya, 68.261 hektar (8,7%), diarahkan untuk padi sawah. Sangat potensial, Belum lagi Aceh memiliki laut yang membentang luas dan kaya akan potensi perikanannya sehingga pemerintah bisa membuat industri pengolahan ikan di samping industri pertanian agar nilai jualnya tetap tinggi di pasaran Internasional.
Dari sektor pertambangan, peningkatan target produksi batubara di Aceh yang mencapai 10 juta ton pada tahun 2020 dari sebelumnya tahun 2019 sebesar 8 juta ton, serta perkiraan membaiknya harga komoditas emas hitam tersebut di tahun 2020 diperkirakan akan mendongkrak laju PDRB Aceh. Selanjutnya, sektor industri pariwisata menunjukkan perkembangan positif diiringi dengan keseriusan Pemda untuk mengembangkan pariwisata halal, dapat meningkatkan produktivitas sektor-sektor pendukung pariwisata seperti akomodasi, transportasi, dan perdagangan. Perhelatan berbagai event internasional dan nasional di Aceh berpeluang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh di tahun 2020.
Selain itu dengan adanya industrialisasi akan memberikan nilai tambah (value added) dan multiplier effect bagi masyarakat. Saat ini sektor pertanian menjadi yang terbesar kontribusinya bagi PDRB Aceh, sehingga menjadi sektor unggulan. Di daerah-daerah lain di Indonesia, pertanian juga menjadi tiang penyangga perekonomian daerah. Sebab itulah menjaga ketersediaan dan pertumbuhan lahan menjadi keharusan ketika sektor migas tak lagi menjadi pilar utama.
Namun demikian, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tersebut dapat saja tidak berjalan sesuai dengan yang diperkirakan. Faktor-faktor di luar kontrol Pemda dan stakeholder di Aceh seperti pelambatan ekonomi global, kebijakan negara maju yang mempengaruhi ekonomi daerah, kondisi cuaca, bencana alam, serta faktor lainnya dapat menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi Aceh. Seperti yang sudah terjadi pada awal tahun 2020 ini, dimana banyak sekali terjadi peristiwa di luar kontrol seperti ketegangan antara Amerika Serikat dengan Iran, dan yang terbaru yaitu wabah dari virus corona (covid-19) yang berasal dari Tiongkok. Wabah ini mempengaruhi berbagai sektor perekonomian dunia termasuk didalamnya Indonesia serta provinsi Aceh itu sendiri.
Baca Juga : Sumber Penerimaan Daerah di Tegal
My youtube channel : Note
Komentar
Posting Komentar