Bias Dalam Perencanaan Pembangunan

 

Bias dalam perencanaan pembangunan

Bias merupakan sesuatu yang dianggap benar secara umum, akan tetapi sebenarnya hal itu salah. Dalam perencanaan pembangunan terdapat 10 bias, yaitu :

·         Bias Pertama

a). Adanya kecenderungan berpikir bahwa :

- Dimensi rasional dari pembangunan lebih penting dari dimensi moralnya, dimana yang dipikirkan hanya keberhasilan pembangunan secara fisik akan tetapi secara moral tidak diperhitungkan (tidak mempertimbangkan efeknya)

- Dimensi material lebih penting daripada dimensi kelembagaannya, padahal kedua dimensi ini seharusnya dapat berjalan bersama-sama

- Dimensi ekonomi lebih penting dibanding dimensi sosialnya.

Anggapan-anggapan tersebut mengakibatkan alokasi sumberdaya pembangunan diprioritaskan menurut jalan pikiran yang demikian (hanya memikirkan program-program yang berhasil secara ekonomi).

·         Bias Kedua

a).  Pendekatan pembangunan yang berasal dari atas (pusat) lebih sempurna daripada pengalaman dan aspirasi pembangunan ditingkat bawah (gross up atau bottom up).

Dari perencanaan diatas, akan berakibat pada kebijakan pembangunan yang kurang efektif karena kurang mempertimbangkan kondisi yang nyata serta kebiasaan hidup masyarakat. Pembangunan yang baik seharusnya mengkombinasikan antara kebijakan top down dan bottom up.

·         Bias Ketiga

a). Pembangunan masyarakat ditingkat bawah lebih memerlukan batuan material daripada keterampilan teknis dan manajerial.

Anggapan ini sering mengakibatkan pemborosan sumber daya dan dana. Hal ini karena kurang mempersiapkan keterampilan teknis dan manajerial dalam pengembangan sumber daya manusia yang mengakibatkan makin tertinggalnya masyarakat dilapisan bawah. Contoh bantuan yang kurang efektif yaitu bantuan tunai langsung (BLT), dimana bantuan ini akan langsung habis apabila dikonsumsi secara terus menerus, berbeda jika masyarakat diberi pelatihan, hal ini tentu akan lebih bermanfaat dibanding bantuan seperti BLT yang langsung habis.

·         Bias Keempat

a). Teknologi yang diperkenalkan dari atas selalu jauh lebih baik daripada teknologi yang berasal dari masyarakat itu sendiri.

Anggapan demikian dapat menyebabkan pendekatan pembangunan yang terlalu memaksa dan menyamaratakan teknologi tertentu untuk seluruh kawasan pembangunan di tanah air yang sangat luas dan beragam tahap pembangunannya. Pendekatan pembangunan ini terlalu mengabaikan potensi teknologi tradisional, padahal dengan sedikit penyempurnaan dan pembaharuan mungkin pembangunan dengan pendekatan teknologi tradisional ini akan lebih efisien untuk dimanfaatkan dibandingkan dengan menggunakan teknologi impor.

·         Bias Kelima

a). Lembaga yang berkembang dikalangan masyarakat cenderung tidak efisien dan kurang efektif bahkan dianggap dapat menghambat proses pembangunan,

Anggapan ini membuat lembaga masyarakat dilapisan bawah kurang dimanfaatkan dan kurang ada ikhtiar untuk memperbaharui, memperkuat, serta memberdayakannya. Bahkan justru terdapat kecenderungan untuk memperkenalkan lembaga baru yang asing dan tidak selalu sejalan dengan nilai dan norma masyarakat.

·         Bias Keenam

a). Masyarakat dilapisan bawah dianggap tidak tahu apa yang diperlukannya atau bagaimana memperbaiki nasibnya.

Anggapan ini mengakibatkan banyak proyek pembangunan yang ditujukan kepada masyarakat akan tetapi salah alamat, tidak memecahkan masalah, dan bahkan merugikan masyarakat. Bias ini melihat masyarakat sebagai obyek dan bukan subyek pembangunan

·         Bias Ketujuh

a). Orang miskin karena bodoh dan malas, dengan demikian cara menanganinya dengan paternalistik seperti memperlakukan orang bodoh dan malas, bukan memberi kepercayaan.

Dengan anggapan demikan, masalah kemiskinan dipandang sebagai usaha sosial (charity) dan bukan usaha penguatan ekonomi

·         Bias kedelapan

a). Ukuran efisiensi pembangunan yang salah diterapkan. Misalnya ICOR, diartikan bahwa investasi harus selalu diarahkan pada yang segera menghasilkan bagi pertumbuhan

Anggapan demikian beranjak dari konsep pembangunan yang sangat bersifat teknis dan tidak memahami sisi sosial budaya dari pembangunan dan potensi yang ada pada rakyat sebagai kekuatan pembangunan. Padahal upaya pemberdayaan masyarakat akan menghasilkan pertumbuhan bahkan merupakan sumber pertumbuhan yang lebih sustainable, tetapi umumnya memang dalam menjalankan hal ini membutuhkan waktu yang lebih panjang

Baca juga : koordinasi perencanaan dan unsur perencanaan

·         Bias Kesembilan

a). Sektor pertanian dan pedesaan adalah sektor tradisional, kurang produktif, dan memiliki masa investasi yang panjang, karena itu kurang menarik untuk investasi modal besar-besaran disektor tersebut

b). Oleh karenanya, bermitra dengan petani dan usaha kecil disektor pertanian dan pedesaan dipandang tidak menguntungkan dan memiliki resiko tinggi.

Anggapan ini mengakibatkan prasangka dan menghambat upaya untuk secara sungguh-sungguh membangun usaha pertanian dan usaha kecil di pedesaan.

·         Bias Kesepuluh

a).Kegiatan investasi cenderung terpusat di perkotaan terutama sektor industri yang justru banyak disubsidi dan diproteksi

Padahal pengalaman Taiwan dan Jepang menunjukan bahwa investasi di wilayah pedesaan dapat meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan yang mengakibatkan perekonomian menjadi kukuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Pasca Khulafaur Rasyidin

Perencanaan Pembangunan (Konsep Dasar, Proses, Arti Penting, Indikator, Aspek)